Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta membeberkan fenomena suhu udara dingin yang cukup menusuk pada musim kemarau menjelang akhir bulan Juli ini.
Fenomena yang oleh masyarakat Jawa disebut bediding itu belakangan kian diungkap di forum media sosial warga karena suhu terendah, khususnya saat malam hingga dini hari, terpantau hingga 18 derajat Celcius.
“Penyebab pertama fenomena bediding ini karena adanya pergerakan massa udara dari Australia dengan membawa massa udara dingin dan kering ke Asia melewati Indonesia yang dikenal dengan monsoon dingin Australia,” kata Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta, Warjono, Selasa, 26 Juli 2022.
Warjono mengatakan penyebab kedua suhu udara dingin itu karena tutupan awan relatif sedikit dan pantulan panas dari bumi yang diterima dari sinar matahari tidak tertahan oleh awan.
“Sehingga panas dari bumi langsung terbuang dan hilang ke angkasa,” kata dia.
Adapun penyebab ketiga yang memicu suhu udara dingin itu tak lain karena kandungan air di dalam tanah menipis.
Kandungan uap air udara rendah itu dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara.
“Imbauan kami warga perlu menjaga imunitas tubuh dengan cara mencukupi kebutuhan cairan tubuh,” kata dia.
Pada malam hari warga disarankan memakai pakaian atau selimut yang tebal dan bisa menggunakan cream atau pelembab kulit.
Dari catatan BMKG Yogyakarta, suhu minimum harian pada tanggal 21-26 Juli 2022 sempat mencapai 18,7-23,4 derajat Celcius.
“Suhu harian terendah sepekan terakhir 18,7 derajat Celsius, dengan kelembaban udara terukur 45 persen pada tanggal 26 Juli 2022,” kata dia.
Adapun ambang batas suhu minimum bulan Juli periode 2015-2021 silam, sempat mencapai 17 derajat Celcius yang terjadi pada 5 Agustus 2018 silam.
“Untuk situasi suhu udara dingin tahun ini kami perkirakan sampai Agustus 2022 atau puncaknya musim kemarau,” kata dia.